Sabtu, 16 Maret 2013
Kamis, 15 November 2012
Sayap yang Terbelah
Celia menggerutu karena punggung
tengah kanan atasnya sakit lagi, rasanya pegal dan ngilu. Teringat ia
akan satu teknik self healing yang bisa membantu. Ok, aku musti jadikan itu
obyek pengamatan, kuamati saja dan biarkan sakitnya lewat dan hilang.
Ia pun segera duduk ambil posisi
meditasi dan mulai observe sakit di punggungnya. Eh… tiba-tiba saja malah
merasakan dirinya terbang…. Dan mendarat dari puncak gunung berawan dalam rupa
seorang wanita cantik. Kostumnya seperti kostum dewi di film Sun Go Kong.
Jiahhhh kok malah kemari sih, ya udah deh, ikutin saja. Tak lama kemudian dia
melihat wanita tersebut terbang, rupanya wanita tersebut adalah satu dari bidadari
yang mengabdi melayani di istana sang Maha Dewa.
Tak lama kemudian dia diringkus
oleh sekelompok prajurit dan dibawa terbang ke hadapan pengadilan langit. Apa yang
terjadi? Rupanya Bidadari tesebut telah mencuri kendi ajaib istana. Bukan
sembarang kendi, siapapun yang minum dari kendi tersebut dapat menghilang dan
tidak kelihatan (jadi invisible maksudnya). Si Bidadari rupanya keras kepala
juga, dia tetap bersikekeh tidak mencuri, orang hanya pinjam, habis dipake
dibalikin lagi. Itu kan pinjem namanya hehehe
Buat apa ya ia mencuri kendi
ajaib itu, emang mau menghilang kemana? Rupanya Bidadari ini merasa perlu
sering menyelinap masuk ke satu lembah tempat para prajurit istana berlatih. Dan
dari sana dia diam-diam memandangi pujaan hatinya, seorang dewa pemimpin
prajurit langit penunggang garuda. Dia benar-benar jatuh cinta dengan dewa itu.
Masalahnya semua bidadari yang menjadi dayang istana harus hidup selibat,
menjaga kesuciannya dan tidak boleh menikah.
Apakah dewa itu juga suka
dengannya? Bidadari itupun bercerita, memandangku secara langsung saja pun dia
tidak berani namun kutahu dia suka mencuri pandang padaku ketika pesta taman di
istana. Suatu hari aku kelamaan berada di lembah, khasiat minuman dari kendi
ajaib pun hilang dan aku menunjukan rupaku. Sang ksatria menghampiriku, hai
dewi, tidak seharusnya engkau berada di sini, apa yang kamu lakukan di sini,
dan dia pun menghantarku terbang kembali.
Kami berjanji bertemu di tepi
samudra langit. Memadu kasih dan memandang hamparan awan dalam terang malam. Melewati
malam berdua dengannya yang tak mungkin terlupakan. Seekor burung istana
rupanya melihat dan mengawasi. Ia terbang pulang dan mengadu pada sang Putri,
yang melaporkannya pada baginda. Beliau sangat murka. Akupun diseret ke
pengadilan langit dan dihukum. Aku diikat di atas air terjun dengan tali tidak
kelihatan yang tergantung dari langit. Rasanya sakit sekali, namun tak sesakit
hatiku melihat pandangan mata tak berdaya dari kekasihku yang memandangku dari
bawah. Siapapun yang menolongku, upahnya adalah maut.
Namun suatu hari ia tidak tahan
lagi melihat penderitaanku. Dia pun terbang menyelamatkan dan melarikanku
dengan garudanya. Baginda segera mengirim laskar langit mengejar. Kami bersembunyi
di lembah bumi yang sulit dijangkau. Di sana kami hidup bahagia walaupun hati
tidak bisa tenang. Laskar langit tidak berhenti mencari, sewaktu-waktu mereka
bisa muncul dan menangkap kami kembali. Sang dewa telah mengambilku sebagai
istrinya, dan tak lama kemudian aku mengandung anaknya. Hari yang menakutkan
pun tiba, kami disergap dari segala penjuru oleh para prajurit langit. Beberapa
dari mereka menangkap suamiku dan dibawa pergi ke kahyangan untuk diadili. Aku memohon-memohon
agar dia tidak pergi, namun mereka sudah menghilang begitu saja. Kepala prajurit
yang memimpin penangkapan itu adalah teman suamiku. Ia melihatku sedang
mengandung dan jatuh kasihan padaku. Dia tahu tidak ada ampun bagiku jika
kembali ke sana dan aku pasti dipisahkan dari anakku. Akhirnya dia menarik pedangnya dan memotong
sayap kananku yang tidak kelihatan. Sayap bidadari yang walaupun tidak
kelihatan, sayap inilah yang membuat kami bisa terbang dan melintas langit dan
bumi. Dengan terbelahnya sayap kananku, aku tidak akan pernah bisa terbang lagi
dan kembali ke kahyangan. Dan aku harus hidup di bumi bersama anakku. Sakit di
pangkal sayap kananku begitu sakit, ngilu dan menusuk.
Wow, Celia begitu terperangah,
seru sekali perjalanannya. Namun pasti ada alasannya mengapa dia melihat semua
ini, apa yang sedang disampaikan unconsciousnya? Iapun memaafkan semua yang
sudah terjadi, memaafkan semua orang yang ada, para prajurit, baginda, dan
memaafkan dirinya sendiri. Ia merenungkan semua kesalahannya walaupun si
bidadari kekeh dia tidak menyesal sedikitpun atas apa yang terjadi, itu adalah
pilihannya. Celia berpikir, apa persamaan antara cerita unconsciousnya tersebut
dengan permasalahan yang sedang di hadapi? Hanya ia yang tahu benang merahnya. Namun
yang jelas, sakit punggungnya mereda, entah karena dia sudah memaafkan dan
menerima ataukah karena praktek meditasinya? Entahlah… hanya ia yang tau, dan
ia merasa tidak perlu menganalisanya. Buat apa? Tokh sakit punggungnya sembuh.
15 Nov 2012
by Fiona Wang
Langganan:
Postingan (Atom)