“Aku pernah lihat dia di mana ya?” pikir
Carrie Wilson, sambil memasuki Lift apartemennya. Keningnya berkerut, “sepertinya
pernah ketemu.” Dasar orang cantik, meng erutkan
dahi pun tetap saja cantik. 2 pria yang satu lift dengan Carrie, mencuri-curi
pandang lewat ujung matanya. Aroma parfume nya menebar lembut memenuhi ruang
lift. Tiinnngggg, lantai 10, Carrie bergegas keluar, jalannya berlenggok anggun
menuju pintu apartemennya. Busana jaket kulit hitam dan rok mini hitam ketat
serta boot kulit hitam yg menutup hingga setengah betisnya yang indah semakin menambah
daya pesonanya.
Hmmmppphhh….. capenya… ketika pekerjaan
menumpuk, lelahnya tidak terasa, begitu sampai di kamar apartemennya, tubuhnya
tahu saja sudah saatnya beristirahat, semua kelelahan langsung muncul.
Pekerjaannya sebagai model dan penyanyi Rock memang menyenangkan, Carrie menikmati setiap detik
dari pekerjaannya, walaupun menyedot banyak energy, tidak terasa, tahu-tahu,
waktu sudah melompat dari pagi ke siang, ke sore, tahu-tahu sudah malam dan dia
harus memacu Ferrari nya pulang. Sudah cukup lama berlalu semenjak Carrie sudah
tidak lagi menikmati dunia malam. Berbeda dengan dulu, ketika dia masih bergaul
akrab dengan segala gemerlap dunia malam, sekarang dia lebih sering menolak
kalau diajak hang out teman-temannya. Kekasihnya yang terakhirnya juga baru ia
campakkan 3 bulan lalu, dan dia belum berniat mencari penggantinya. Carrie
masih menikmati kesendiriannya.
Selain di kontrak sebagai model
beberapa produk busana dan komestik, dan berprofesi sebagai penyanyi rock yang
cukup terkenal memberinya penghasilan yang lebih dari cukup. Apartemen dan
mobil mewah, hadiah-hadiah dari penggemar. Ditambahkan dengan kecantikannya,
Carrie bisa mendapatkan apa saja yang diinginkannya. Apa sajakah? namun meng apa dia selalu merasa ada yang kurang ya. Seperti
ada ruang kosong di hatinya yang hampa dan tidak terpuaskan oleh semua itu.
Dan sekarang ini, ada sebuah pertemuan
yang meng gelitik perhatiannya.
Mungkin semua orang pernah meng alami
ketika perama kali melihat atau bertemu dengan seseorang, tetapi rasanya sudah
pernah bertemu sebelumnya sebelumnya entah di mana. Rasanya familiar sekali,
dan tidak bisa dihapus-hapus dari ingatan seperti yang barusan terjadi pada
Carrie. Carrie sudah berusaha untuk tidak peduli dan tidak memikirkan sama
sekali tetapi bayangan pria itu seperti nyangkut di pikirannya, menari-nari, lewat
lagi dan lewat lagi. Sensasi perasaannya juga tidak menentu, ada perasaan
galau, penasaran, nyaman sekaligus juga tidak nyaman, apa coba?
Carrie
sebenarnya malas sekali datang ke pesta ini. Dia lagi ’anti sosial’. Vanessa, sohibnya ketawa
ngakak, apa jadinya kalau seorang sosialita jadi anti sosial hahahaha....
”Tapi asli aku males sekali Vanessa, i don’t know where’s the spirit gone..”
Kata Carrie lesu.
“Hah? spirit apa?” Vanessa memandangnya
bingung.
“Entahlah…. the cheerfulness ? gimana
jelasinnya ya… like Christmas without the
spirit of Christmas.. apa jadinya coba? “ Carrie duduk di balkon villa
Vanessa sambil menarik-narik daun palem yang berjuntai di sebelahnya. Vanessa
memang memiliki Villa mewah di tepian Wellington ,
hadiah dari tunangannya yang memiliki jaringan real estate ternama di New Zealand dan Australia .
“Hmm.. sepertinya serius nih. Apa ini gara-gara kamu putus sama Steven?” terka
Vanessa.
“Whattt?? nothing to do with him , ok? Ga
ada hubungan dengan dia sama sekali, bahkan aku musti sempat mikir, Who’s Steven
waktu kamu sebut namanya hehe… aku cuma merasa begitu…begitu kosong…”
“Lalu apa donk…. live your life fully young lady. Orang lain bisa bunuh-bunuhan
untuk menjadi seperti kamu. Ok, kamu rilekskan pikiranmu, jalan-jalan saja di
pantai. aku mau masuk dulu meng ecek persiapan
pestanya nanti malam. Dan berhenti membunuh palemku, ok?! Satu jam kamu di situ bisa botak dia hahaha.”
“Hahaha oke deh”, Carrie pun turun ke
pantai dan mulai berjalan menyusuri pantai. dia meng enakan
tank top hijau, celana pendek putih dan topi putih berpita panjang yang
berkibar di tiup angin ke belakang. Kaca mata hitam yang sangat pas dengan face
nya bertengger di hidungnya yang indah. Dirinya seperti ujung kuas yang menyapu
kanvas pantai, memberi warna. Pantai pribadi ini termasuk sepi, hanya beberapa
villa yang berpenghuni sekalipun akhir pekan begini.
Tanpa Carrie sadari, ada sepasang mata
yang meng awasinya dari jauh.
Pandangan meng andung tatapan kagum,
rindu, dan pilu walaupun sang pemilik mata tidak dapat menjabarkan perasaan apa
yang berkecambuk di hatinya ketika melihat kembali wanita itu. Chris Morris,
Pialang saham muda yang sukses, sedang duduk santai di beranda Villanya yang
tidak jauh dari Villa Vanessa. Konon Chris adalah juga pemilik Luna Bar & Resto
yang tersebar di beberapa kota di New Zealand .
“De Javu?” Keterlaluan kalau setiap hari De Javu. Tadi
malam waktu melihat penyanyi Rock yang sedang manggung, dia juga sempat
berpikir dejavu, eh, sekarang orangnya lewat lagi. Chris berumur 35 tahun dan
sudah dua kali berkeluarga, semuanya kandas berakhir berantakan. Setelah bulan
madu berakhir, yang ada hanya kekecewaan dan kepahitan, tidak seperti yang dia
harapkan. Akibatnya baru seumur jagung kedua perkawinannya sudah berakhir di
perceraian, untunglah, belum ada anak dari kedua perkawinannya. Dia merasa
lebih bebas begini, seperti bujangan lagi buat apa terikat.
Pesta belum lama juga mulai, Carrie
memutuskan untuk pulang aja. Dia menarik tas hitamnya dan mencari Vanessa.
Sebenarnya dia sudah mau pulang dari 1 jam yang lalu tapi karena Vanessa
berpesan padanya untuk nginap di villanya, dia masih mempertimbangan. Akhirnya dia
nekad pulang saja, habis tidak enjoy sama sekali. Semua orang ber haha hihi
tertawa, basa basi yang membosankan dan garing. Ah sudahlah, nanti dia akan
kirim text saja ke Vanessa, si nona sedang sibuk menjadi host yang baik entah
di belahan kamar yang mana. Carrie menuju ke tempat dia memarkir red
ferrarinya, meng endarainya perlahan
menuju ke jalan utama.
Pas saat itu ada sebuah Lamborghini Murcielago seri terbaru yang datang dari arah
yang berlawanan. Kilasan pelan, dan waktu terasa berhenti ketika Carrie bertemu
pandangan mata dengan Chris Morris yang baru datang ke pesta. Terbersit secuil
penyesalan di hati keduanya, Carrie menyesal karena memutuskan pulang dan Chris
Morris menyesal karena terlambat memutuskan untuk bergabung di pesta kekasihnya
Ken Roger, Vanessa. Seperti ada kilatan yg terbentuk dari pertemuan pandangan
keduanya, dan mereka berdua seperti tersihir. Dan malam itupun keduanya sulit
tidur.
Carrie
sempat ingin menanyakan ke Vanessa tentang siapa pria itu. Tapi kok ada
perasaan enggan. Lagian nanti Vanessa berpikir dia sudah ada incaran baru, ah
malesnya. Malam ini Carrie kembali harus manggung dan menyanyikan beberapa lagu
dalam sebuah acara di Luna Bar & Café, cabang baru di Wellington yang Launching
malam ini. The Roses Rock merasa mendapat kehormatan diundang tampil di sana.
Carrie ketika sampai sudah ditunggu oleh crew nya dari the Roses Rock. The
Roses Rock adalah grup music rock yang terdiri dari para wanita semua di
antaranya Carrie, Vanessa, dan Amy sebagai vokalis.
Malam ini Carrie baru meng etahui jika pemilik bar ini, Mr. Morris adalah
pria yang bertemu pandang dengannya tadi malam di halaman villa Vanessa. Dia
juga yang duduk di pojok ruangan dan menonton shownya dua malam yang lalu ketika
ia manggung. Pria yang menarik. Sudah berkeluargakah dia? Sepertinya dia harus
menanyakan ke Vanessa. Persetan jika setelah ini dia akan diledek
habis-habisan. Carrie terus memperhatikan Chris dari tempat dia duduk di dekat
panggung. Seorang wanita yang sangat cantik muncul, langsung memeluk Chris dan
mencium pipinya. Entah kenapa seperti ada api yang berpijar dari dada Carrie
menyambar ke ubun-ubun. Dia merasa cemburu? Hah? Karena apa? Dia kan tidak
sedang jatuh cinta dengan pria itu kan. Tapi perasaan sengit ini tidak kuasa
ditolaknya, membakar begitu saja.
Yang lebih menyebalkan lagi adalah
bayangan itu enga luntur-luntur, seperti meng ejek
Carrie, filmya terus berputar, diulang lagi diulang lagi, membuat hatinya
semakin marah dan miris. ”Apa aku sudah gila ya, suami bukan, kekasih bukan
bahkan kenal pun tidak, kenapa perasaanku jadi engga karuan begitu.” Carrie meng geleng-geleng sendiri berusaha meng ibas gambaran itu dari kepalanya.
”What
happen with you, dear? kamu baik-baik saja? kamu tampak pucat.” Amy menegurnya
dengan cemas.
”No, i’m Ok.” Carrie berusaha untuk
tersenyum. Salah satu hal yang membuatnya masih merasa punya keluarga di
Wellington adalah persahabatannya dengan Amy dan Vanesa, terutama Vanessa yang
sudah seperti adiknya. Namun sekalipun mereka cukup akrab, secara tidak
langsung tanpa disadari Carrie tidak pernah meng ijinkan
mereka terlalu dekat, tidak untuk masalah yang terlalu pribadi. Dan yang jelas
dia tidak mungkin menjelaskan pada Vanessa sekalipun, apa yang dia rasakan
sekarang. Batinnya yang semakin hari semakin kosong, semangat hidupnya yang
semakin hari semakin redup. Bahkan ambisinya untuk tenar yang dulu begitu
meluap-luap semakin hari semakin pudar sejak ulang tahunnya yang ke 27.
Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-27
saat itu, kira-kira setahun yang lalu, Carrie masuk ke sebuah galeri lukisan. Di
sana ia berdiri terpaku di depan sebuah lukisan cat minyak besar. Carrie membaca label bagian bawah pigura
kuning emasnya; Shilin “The Stone Forest” China .
Carrie
menatap lukisan itu begitu lama.... lama sekali… ia tertegun tak bergerak,
mematung. Petugas galeri yang berdiri di ujung ruangan juga melihat ke arah
Carrie dan meng agumi
penjiwaannya. Mungkin Wanita ini seorang pengamat lukisan, pikirnya.
Carrie
membaca cerita legenda singkat yang di tempel di bawah lukisan indah pemandangan hutan batu menjelang senja
tersebut:
The
The origin of the
Every year, around the 24th and
25th day of the sixth lunar month, the Sani people gather in the
Bus trips take visitors to the
|
“Lukisan
yang indah bukan, nona?” Carrie hampir
melompat kaget disapa oleh petugas galeri yang meng enakan
pin nama ”Marie Ann”.
”Ya
betul sekali hanya sepertinya akan lebih bagus kalau digambar waktu malam hari
di bulan purnama dan ada seekor serigala
hitam besar yang berdiri dipuncak baru dan
melolong sambil memandang ke bulan.” Carrie nyerocos cepat sambil memperagakan
dengan tangannya kepada petugas tersebut yang dibalas dengan sorot padangan
mata aneh Marie Ann. Namun Marie Ann yang profesional hanya sempat sekian detik
bingung, segera meng uasai dirinya,
dan kemudian dengan elegan menjawab ceria,
”Pasti akan menarik sekali, Ma’am, Anda
memiliki sense of art yang sangat tinggi.”
”Terima kasih” Carrie memaksakan diri
tersenyum, ”permisi.” Carrie buru-buru keluar dari rumah galeri tersebut. ”meng apa aku meng eluarkan
komentar aneh begitu, ck!” Namun keesokan harinya, Carrie kembali lagi ke rumah
galeri tersebut dan membeli lukisan itu. Harganya menurut Carrie sebenarnya
tidak masuk akal untuk sebuah lukisan, dia harus merogoh saku sebanyak itu,
tapi dia memutuskan untuk tidak peduli, langsung membeli dan membawanya pulang. Lukisan itu dia pajang di kamar tidur, meng hadap ke ranjangnya supaya dapat dipandanginya
setiap hari sambil berbaring. Entah meng apa,
pemandangan di lukisan itu seperti menimbulkan getaran magis dari dalam
dirinya, ada perasaan yg meng iris,
sekaligus bahagia, haru biru bercampur aduk menjadi satu, dan Carrie sangat
menikmati lukisan itu.
Akhirnya acara launching cafe pun
selesai, ditutup oleh satu buah lagu yang meng guncang
dari ”The Roses Rock”. ketiga penyanyi membungkukkan diri di hadapan penonton.
Sekonyong-konyong, Sean Rogers, Manager Luna bar & cafe naik ke panggung,
memberikan selusin mawar kepada Carrie dan memeluknya sambil berbisik,
” Saya penggemar beratmu. Penampilanmu
selalu luar biasa.” Carrie meng ucapkan
terima kasih sambil tersenyum manis. Chris Morris yang melihatnya justru meng erutkan kening tidak senang, apa-apaan Sean, meng apa harus kasih bunga segala ke Carrie, pakai
pelukan dan berbisik-bisik segala, Apakah mereka sudah saling meng enal sebelumnya, ada hubungan khususkah? Chris
sampai heran, getaran perasaan yang meng hantam
dadanya sungguh tidak menyenangkan. Chris sampai merasakan dada kanan bawahnya
sakit. Chris sebenarnya sudah diam-diam mencari tahu tentang siapa wanita yang
menurut dia sangat misterius itu. Chris mendapat info kalau Carrie masih sendiri,
dan tinggal di lantai 10 sebuah apartemen mewah di sudut jalan Hunter Street
dan Lambton Quay.
Bangun siang keesokan harinya, kondisi
Carrie tidak karuan. Kepalanya sakit luar biasa serasa ditusuk seribu jarum.
Semalam, pulang dari acara launching cafe dan tiba di kamar apartemennya sudah
tengah malam, namun dia baru bisa tidur jam 4 subuh. mungkin karena berusaha
tidur sambil memandang lukisan hutan batu itu, dia bermimpi berjalan-jalan di
diantara hutan batu itu. Purnama terang dan indah sekali, namu hatinya begitu
gelisah, tidak bisa menikmati semua keindahan itu karena dia sedang sibuk
mencari seseorang. ”Yu nan ... Yu nan...” Carrie memanggil –manggil mencari
seseorang, namun yang dicari tidak kelihatan. Perasaan takut kehilangan yang
dirasakan sangat mencekam, Carrie terus mencari-cari sambil menangis.... dia merasa
tersesat, seorang diri, ada kesia-siaan, dan kesepian. Akhirnya dia tersungkur
tidak kuat lagi berjalan... namun dia terus berusaha bangkit dan meneruskan
mencari, menyisir gunung batu. Entah berapa lama dia bermimpi seperti itu,
akhirnya dia terbangun dengan sekujur badan sakit, kepala berat dan pusing.
Mimpi yang aneh, siapa pula Yu Nan yang dia panggil-panggil. oh I see, apa
karena lukisan Stone Forest ini letaknya di provinsi Yunnan China ya? hmmm bisa
saja, informasi yang kubaca di galeri waktu itu.
Untunglah hari ini mereka libur. Carrie meng angkat telepon meng hubungi
Vanessa.
“Sorry dear, aku tidak bisa main ke villa. Kepalaku sakit sekali.”
“Kamu kenapa? sakit? kebanyakan minumkah?
Are you ok?” suara Vanessa
terdengar cemas.
“Entahlah... kurasa tidak apa-apa hanya
pusing saja.”
”Perlu aku ke sana?” Vanessa menawarkan
diri, siapa tahu Carrie memerlukannya karena dia sendirian di kota ini. Kedua
orangtua Carrie menetap di Napier, kota kecil yang indah dan tenang.
”No,
thanks, aku akan baik-baik saja.”
“Apa
sebenarnya yang meng ganggumu, dear? you know that you can tell me anything.”
Vanessa
benar-benar prihatin. “Kamu yakin ini tidak ada hubungannya dengan steven?”
”No Vanessa! untuk kesekian kalinya, ini
tidak ada hubungan dengan Steven, ok?!” satu-satunya hal membuat Carrie sangat
sebal dari Vanessa adalah dia begitu suka berasumsi. Carrie paling tidak suka,
orang yang suka menebak dan menyimpulkan masalah orang lain, sok tahu menurut
dia. Hal itu juga yang buat dia malas cerita. ”Aku hanya merasa belakangan ini
agak bingung, tidak jelas apa yang kumau, berasa hampa sekali. Apa menurutmu
aku harus ke psikolog? Perlukah?” Carrie sendiri ragu dengan idenya sendiri.
”Kamu kedengarannya depresi, pergilah ke
psikolog, hypnotherapist, whatever, sembuhkan dirimu. Kami rindu Carrie yang
ceria kembali.”
”Ok.” tapi dalam hati Carrie masih ragu. Ah,
mungkin aku hanya kurang istirahat.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. tapi
mata Carrie masih terbuka lebar. Mata yang merah dan tegang tapi tidak bisa
tidur. sudah bolak-balik. Entah sudah berapa episode film bermain dikepalanya
tapi selalu ada kepingan slide Chris Morris. Chris sedang duduk di bawah kursi
penonton, ketika Carrie menyanyi di panggung, Pertemuan pandangan mereka ketika
berpapasan mobil, Chris yang sibuk menyambut tamu di acara Launching cafe,
wanita cantik yang menciumnya... ahhhh... Carrie bangkit dari ranjang, dan
menuju ke mini bar dan meng ambil
sebotol Vodka, yang dibeli oleh Steven dulu. Mungkin dengan menenggak ini aku
akan bisa tidur. Carrie pun langsung meminum dari botolnya. Setelah beberapa
teguk, dia merasakan badannya meng hangat,
tengorokannya sedikit terbakar. Sambil terbatuk-batuk, dia membawa botol itu
kekamarnya.
Ah, Panas sekali, Carrie merasa gerah,
dan membuka pintu kamarnya. Wah sudah berapa lama ia tidak berdiri di balkon
apartemennya dan memandang ke bawah. Dari lantai 10 ini ia bisa memandang
keramaian di bawah. Carrie menyandarkan badannya ke pagar balkon sambil
memandang jauh ke depan melihat gemerlap lampu malam. Carrie meng goyang-goyangkan kepalanya, terasa berat, bagus
dia mulai meng antuk. Sisi luar
balkon itu tidak langsung ke bawah tetapi ada sambungan lantai sekitar 30 cm.
Entah apa yang meng gerakkan Carrie,
dia mulai duduk di pagar balkon, kemudian memutar badannya meng hadap kedepan dengan meng angkat
dan meletakan kakinya keluar pagar.
”ha hahahahha.... seru...., aku tahu
bagaimana caranya meng usir semua
kebosanan hidup ini, besok pagi, aku akan mendaftar bungee jumping hahaha..
Greattt!”
Dari duduk, Carrie perlahan menurunkan
kakinya dan berdiri di lantai bagian luar balkon. Dia merentangkan tangannya
lebar-lebar dan menarik napasnya dalam-dalam menirukan adegan di film Titanic.
Carrie terbatuk-batuk, tenggorokannya masih panas karena minuman vodka tadi,
napasnya kental berbau alkohol.
Tiba-tiba Carrie kehilangan
keseimbangannya dan terpeleset, meng erikan
sekali, detik terakhir sebelum badannya meluncur turun yang diingatnya adalah
lukisan di kamarnya, Carrie seolah tersedot masuk ke dalam lukisan itu.
Sekonyong-konyong sebuah arus memori menerjang masuk ke kepalanya. Dia berada
di sana dan berteriak ”Yu Nan...” dan sebuah suara pria menjawab,”Yee Lan...
sudah lama aku menunggumu.” Hey! Pria itu adalah Chris Morris... Waktu serasa
berjalan seratus kali lebih lambat.
Chris Morris yang saat itu sedang ketiduran
di sofa Luna Bar tersentak bangun,kaget dan berteriak ”Yee Lan??” Seperti
bermimpi dia juga merasakan arus memory yang menerjang masuk ke pikirannya.
Segera dia bangun, lari ke mobilnya dan memacunya secepat mungkin ke apartemen
Carrie.
Melewati lantai ke sembilan, Carrie
mendengar suara lembut Vanessa berkata, ”Yee Lan, aku dan ibu sungguh meng khawatirkanmu.” lalu ada suara dirinya menjawab,
”Tidak perlu cemas, Kim Lan, aku akan baik-baik saja.” Lucu sekali Vanessa
berpakaian seperti remaja Cina jaman dulu.
Meluncur lantai ke delapan, Carrie
memeluk Yu Nan dengan sangat erat, ”Aku tidak ingin kembali, apapun yang
terjadi aku akan bersamamu di sini, selamanya...”
Lantai tujuh... Ngeri Carrie melihat Chris Morris yang
berubah wujud menjadi seekor serigala besar hitam yang berlari ke puncak gunung
batu dan melolong panjang ke bulan.
Lantai enam... Suara petirpun menyambar di fajar hari, Dia sedang
bersujud di tanah, suara ayahandanya meng gelegar,
”tapi karena kekuatan cintamu, dia akan dapat terlahir kembali menjadi manusia
di kehidupan berikutnya..”
Tubuhnya sudah setengah jalan ke tanah,
memori masih terus berkelebat,
Melewati lantai lima... Carrie sedang
memetik harpa dan beradu pandang mesra dengan San Bao.
Melewati lantai empat... Carrie melihat
bahwa wajah Yu Nan, San Bao dan Chris
Morris adalah wajah jiwa yang sama.
Melewati lantai tiga... ada kerinduan
yang menyergap
Melewati lantai dua... Wajah Chris
berputa-putar.....
Tepat sedetik sebelum tubuhnya meng hantam jalan, dia menemukan kepingan puzzle yang
hilang, jawaban dari kekosongan hatinya selama ini, Yu Nan yang selama ini
dicarinya, kehadiran Chriss Morris.
Ketika mobilnya sampai ke depan
apartment, Chris melihat orang berkerumun, dan terdengar suara sirene ambulance
meraung-raung. Chris segera menyeruak kerumunan dan menemukan Carrie yang
sedang diangkat oleh petugas medis. ”Yee Lan..” Hatinya hancur.. Chris ikut
ambulance ke rumah sakit.
”Anda meng enal
wanita ini?” seorang perawat bertanya kepadanya.
”Ya, dia kekasihku. Boleh saya
melihatnya.” Carrie langsung dilarikan ke Unit Gawat Darurat. Sejenak, Carrie
sempat membuka matanya, bertemu pandang dengan mata Chris. Chris merasakan mata
itu tersenyum, namun Chris tak sanggup menahan tangisnya. Detik berikutnya, Carrie pun meng hembuskan nafas terakhirnya. Chris meraung,
menangis sejadi-jadinya. Sayang sekali, takdir terlambat dibelokan.
the beauty of Stone Forest - Zhangjiajie, China
by Fiona Wang
Jiahh.... lagi2 berakhir ga hepi ending. pembaca jangan kecewa yaa... kadang hidup memang seperti itu, kadaannngggg... hehehe...
The Legend of Yee Lan IV blon ditulis nih... gimana kalo settingnya di Jakarta tahun 2012? hmm.... interesting...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar