ORACLE CARDS - LEARN AND ORDER

ORACLE CARDS - LEARN AND ORDER
ORACLE CARDS - LEARN AND ORDER; Find out how this Self Help tool works out.

Kamis, 21 Juni 2012

Kecerdasan Anak


Liburan kenaikan kelas telah tiba, selamat kepada Bapak-Ibu yang berkat doa dan dukungannya telah membantu menghantarkan anaknya sukses naik kelas.
Sore ini saya mengupdate status FB terinspirasi oleh status BB, FB (kebetulan saya sedang tugas luar kantor, sedang di jalan jadi bisa baca-baca BB hehehe)  dan juga kilasan-kilasan curhat beberapa ortu saat mampir ke sekolah anak tadi pagi.

“saat pengambilan rapor seperti sekarang, sering kali ada orangtua yang merenungi nilai akademis anaknya, kok cuma segini, kok cuma segitu. mom, dad, jangan lupa bahwa nilai akademis tidak sepenuhnya mencerminkan intelegensia anak Anda. Menurut Gardner, terdapat 8 kategori kecerdasan yaitu: cerdas bahasa, cerdas logika, cerdas visual-spasial, cerdas musik, cerdas diri, cerdas gerak, cerdas alam, dan cerdas sosial. Orangtua yang smart membantu mengasah kecerdasan yang menonjol dari anak agar bersinar. saya rasa memang lebih bijak dari pada memaksa matematika harus dapat 100, science 100, bahasa 100 dll. sekali-kali perlu ditinjau juga, bagaimana kecintaan anak saya pada lingkungan, bagaimana mereka perhatian dan menyapa teman, opa-oma, bagaimana mereka menyelesaikan masalah dengan teman misalnya.. semoga semua anak berbahagia...” FB posted 21062011

Biasanya jika rapor seorang anak jelek, terutama yang masih SD ya,  yang lebih stress adalah orang tuanya hehehe anaknya mah tenang-tenang aja, stressnya nanti setelah diomelin orang tuanya. Dari mengamati teman-teman saya melihat bahwa sebagian masih sangat focus ke prestasi akademik anaknya. Sah-sah saja sih, namun jika sudah membuat anak stress karena tuntutan yang terlalu tinggi, ya menjadi tidak sehat.
Saya ingin sharing sedikit pengalaman pribadi berikut, semoga bisa menjadi insight buat para orangtua yang pasti sangat mengasihi anak-anaknya.
Kejadiannya mungkin sudah 2 tahun lalu, tapi saya masih ingat karena belajar sesuatu. Suatu hari, saya berangkat kantor naik shuttle bus dari dekat rumah. Naik bersama saya seorang ibu bersama seorang anak remaja putri yang rumahnya juga di dekat kompleks rumah saya., sayapun menyapa mereka, dan ngajak ngobrol. Si Ibu sangat bersemangat sementara si anak kelihatan sangat tidak bersemangat, dan sangat pendiam sekali.

Singkat cerita, Si ibu cerita kalau anak remaja putri yang bersamanya kuliah di sebuah universitas ternama, dan membanggakan bahwa anak ini sudah 2 tahun berturut-turut mendapat beasiswa karena sangat berprestasi dengan nilai IPK yang sangat tinggi. Sang Ibu bahkan hafal hingga ke angkanya. Sementara sang ibu bercerita dengan semangat  berapi-api, si anak hanya diam merunduk dan melihat ke lantai bus dengan wajah dingin dan datar. Naluri terapis terusik nih, saya merasa ada yang kurang beres.
Setelah menyatakan apresiasi saya pada si anak berkaitan dengan prestasi akademis yang diceritakan ibunya, saya mulai mengajaknya bicara, “ambil jurusan apa?” Sebelum si anak sempat menjawab (tapi memang sepertinya dia juga tidak berniat menjawab, karena ekspresinya tetap datar), ibunya sudah menyambar dan menjawab.

Saya mencoba lagi menanyakan sesuatu yang lain, lagi-lagi ibunya yang menjawab. Saya sengaja memalingkan wajah saya menatap mata anak ini untuk menunjukkan bahwa saya bertanya ke anaknya ini dan bukan ke sang ibu, dengan pertanyaan yang lebih personal, suka baca buku apa saja, ya ampun, tetap juga ibunya yang menjawab! Sejak kapan sang ibu mulai menjadi juru bicara anaknya ini.

Saat itu saya mencoba berpikiran positif, mungkin anak ini sedang ada problem, mungkin habis dimarahin atau berantem sehingga begitu bête. Namun beberapa minggu kemudian ketika saya mendapat kesempatan naik shuttle bus, berulang lagi kejadian serupa. Suatu hari saya bertemu dengan ibunya sendiri dan saya bertanya, “anak ibu kelihatannya pendiam ya.”  Dan sang ibu membenarkan bahwa memang begitulah karakter anaknya, selalu seperti itu dan hanya tahu belajar saja.

Seorang ibu yang terlalu dominan dan superior secara tidak langsung dapat menenggelamkan karakter si anak. Selain itu Kecerdasan Sosial dari anak perlu diasah dan menurut saya jauh lebih penting dari pada nilai ujian mata pelajaran/ kuliah Sosial dapat nilai 100. Praktek itu lebih penting dari pada teori, walaupun tidak berarti terori itu tidak penting. Jika anak hapal ayat-ayat kitab suci memang sangat bagus, namun bukankah lebih bagus lagi jika mereka selalu mengucap syukur dan ingat Tuhan di setiap perkara.  Multi Intelligence itu penting dipahami oleh orangtua. Not only IQ, tapi juga EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual Quotient) dan Q Q yang lain. Saya yakin semua orangtua memiliki spirit yang sama, agar anaknya selalu sehat dan bahagia lahir batin. Mari kita sama-sama memekarkan senyum anak-anak di dunia, dimulai dari anak kita.

Salam bahagia,
Fiona Wang
Cherie & Cory’s Mom
Bagi Orangtua yang ingin menguasai teknik Emotional Freedom Therapy (EFT) for Children dapat menghubungi saya di Fiona.wang889@gmail.com



Sabtu, 02 Juni 2012

The Legend of Yee Lan - Part III


 “Aku pernah lihat dia di mana ya?” pikir Carrie Wilson, sambil memasuki Lift apartemennya. Keningnya berkerut, “sepertinya pernah ketemu.” Dasar orang cantik, mengerutkan dahi pun tetap saja cantik. 2 pria yang satu lift dengan Carrie, mencuri-curi pandang lewat ujung matanya. Aroma parfume nya menebar lembut memenuhi ruang lift. Tiinnngggg, lantai 10, Carrie bergegas keluar, jalannya berlenggok anggun menuju pintu apartemennya. Busana jaket kulit hitam dan rok mini hitam ketat serta boot kulit hitam yg menutup hingga setengah betisnya yang indah semakin menambah daya pesonanya.

Hmmmppphhh….. capenya… ketika pekerjaan menumpuk, lelahnya tidak terasa, begitu sampai di kamar apartemennya, tubuhnya tahu saja sudah saatnya beristirahat, semua kelelahan langsung muncul. Pekerjaannya sebagai model dan penyanyi Rock memang  menyenangkan, Carrie menikmati setiap detik dari pekerjaannya, walaupun menyedot banyak energy, tidak terasa, tahu-tahu, waktu sudah melompat dari pagi ke siang, ke sore, tahu-tahu sudah malam dan dia harus memacu Ferrari nya pulang. Sudah cukup lama berlalu semenjak Carrie sudah tidak lagi menikmati dunia malam. Berbeda dengan dulu, ketika dia masih bergaul akrab dengan segala gemerlap dunia malam, sekarang dia lebih sering menolak kalau diajak hang out teman-temannya. Kekasihnya yang terakhirnya juga baru ia campakkan 3 bulan lalu, dan dia belum berniat mencari penggantinya. Carrie masih menikmati kesendiriannya.

Selain di kontrak sebagai model beberapa produk busana dan komestik, dan berprofesi sebagai penyanyi rock yang cukup terkenal memberinya penghasilan yang lebih dari cukup. Apartemen dan mobil mewah, hadiah-hadiah dari penggemar. Ditambahkan dengan kecantikannya, Carrie bisa mendapatkan apa saja yang diinginkannya. Apa sajakah? namun mengapa dia selalu merasa ada yang kurang ya. Seperti ada ruang kosong di hatinya yang hampa dan tidak terpuaskan oleh semua itu.

Dan sekarang ini, ada sebuah pertemuan yang menggelitik perhatiannya. Mungkin semua orang pernah mengalami ketika perama kali melihat atau bertemu dengan seseorang, tetapi rasanya sudah pernah bertemu sebelumnya sebelumnya entah di mana. Rasanya familiar sekali, dan tidak bisa dihapus-hapus dari ingatan seperti yang barusan terjadi pada Carrie. Carrie sudah berusaha untuk tidak peduli dan tidak memikirkan sama sekali tetapi bayangan pria itu seperti nyangkut di pikirannya, menari-nari, lewat lagi dan lewat lagi. Sensasi perasaannya juga tidak menentu, ada perasaan galau, penasaran, nyaman sekaligus juga tidak nyaman, apa coba?

Carrie sebenarnya malas sekali datang ke pesta ini. Dia lagi ’anti sosial’. Vanessa, sohibnya ketawa ngakak, apa jadinya kalau seorang sosialita jadi anti sosial hahahaha....
”Tapi asli aku males sekali Vanessa, i don’t know where’s the spirit gone..” Kata Carrie lesu.
“Hah? spirit apa?” Vanessa memandangnya bingung.
“Entahlah…. the cheerfulness ? gimana jelasinnya ya… like Christmas without the spirit of Christmas.. apa jadinya coba? “ Carrie duduk di balkon villa Vanessa sambil menarik-narik daun palem yang berjuntai di sebelahnya. Vanessa memang memiliki Villa mewah di tepian Wellington, hadiah dari tunangannya yang memiliki jaringan real estate ternama di New Zealand dan Australia.
“Hmm.. sepertinya serius nih. Apa  ini gara-gara kamu putus sama Steven?” terka Vanessa.
“Whattt?? nothing to do with him , ok? Ga ada hubungan dengan dia sama sekali, bahkan aku musti sempat mikir, Who’s Steven waktu kamu sebut namanya hehe… aku cuma merasa begitu…begitu kosong…”
“Lalu apa donk…. live your life fully young lady. Orang lain bisa bunuh-bunuhan untuk menjadi seperti kamu. Ok, kamu rilekskan pikiranmu, jalan-jalan saja di pantai. aku mau masuk dulu mengecek persiapan pestanya nanti malam. Dan berhenti membunuh palemku, ok?!  Satu jam kamu di situ bisa botak dia hahaha.”
“Hahaha oke deh”, Carrie pun turun ke pantai dan mulai berjalan menyusuri pantai. dia mengenakan tank top hijau, celana pendek putih dan topi putih berpita panjang yang berkibar di tiup angin ke belakang. Kaca mata hitam yang sangat pas dengan face nya bertengger di hidungnya yang indah. Dirinya seperti ujung kuas yang menyapu kanvas pantai, memberi warna. Pantai pribadi ini termasuk sepi, hanya beberapa villa yang berpenghuni sekalipun akhir pekan begini.

Tanpa Carrie sadari, ada sepasang mata yang mengawasinya dari jauh. Pandangan mengandung tatapan kagum, rindu, dan pilu walaupun sang pemilik mata tidak dapat menjabarkan perasaan apa yang berkecambuk di hatinya ketika melihat kembali wanita itu. Chris Morris, Pialang saham muda yang sukses, sedang duduk santai di beranda Villanya yang tidak jauh dari Villa Vanessa. Konon Chris adalah juga pemilik Luna Bar & Resto yang tersebar di beberapa kota di New Zealand.
“De Javu?”  Keterlaluan kalau setiap hari De Javu. Tadi malam waktu melihat penyanyi Rock yang sedang manggung, dia juga sempat berpikir dejavu, eh, sekarang orangnya lewat lagi. Chris berumur 35 tahun dan sudah dua kali berkeluarga, semuanya kandas berakhir berantakan. Setelah bulan madu berakhir, yang ada hanya kekecewaan dan kepahitan, tidak seperti yang dia harapkan. Akibatnya baru seumur jagung kedua perkawinannya sudah berakhir di perceraian, untunglah, belum ada anak dari kedua perkawinannya. Dia merasa lebih bebas begini, seperti bujangan lagi buat apa terikat.

Pesta belum lama juga mulai, Carrie memutuskan untuk pulang aja. Dia menarik tas hitamnya dan mencari Vanessa. Sebenarnya dia sudah mau pulang dari 1 jam yang lalu tapi karena Vanessa berpesan padanya untuk nginap di villanya, dia masih mempertimbangan. Akhirnya dia nekad pulang saja, habis tidak enjoy sama sekali. Semua orang ber haha hihi tertawa, basa basi yang membosankan dan garing. Ah sudahlah, nanti dia akan kirim text saja ke Vanessa, si nona sedang sibuk menjadi host yang baik entah di belahan kamar yang mana. Carrie menuju ke tempat dia memarkir red ferrarinya, mengendarainya perlahan menuju ke jalan utama.

 Pas saat itu ada sebuah Lamborghini Murcielago seri terbaru yang datang dari arah yang berlawanan. Kilasan pelan, dan waktu terasa berhenti ketika Carrie bertemu pandangan mata dengan Chris Morris yang baru datang ke pesta. Terbersit secuil penyesalan di hati keduanya, Carrie menyesal karena memutuskan pulang dan Chris Morris menyesal karena terlambat memutuskan untuk bergabung di pesta kekasihnya Ken Roger, Vanessa. Seperti ada kilatan yg terbentuk dari pertemuan pandangan keduanya, dan mereka berdua seperti tersihir. Dan malam itupun keduanya sulit tidur.

Carrie sempat ingin menanyakan ke Vanessa tentang siapa pria itu. Tapi kok ada perasaan enggan. Lagian nanti Vanessa berpikir dia sudah ada incaran baru, ah malesnya. Malam ini Carrie kembali harus manggung dan menyanyikan beberapa lagu dalam sebuah acara di Luna Bar & Café, cabang baru di Wellington yang Launching malam ini. The Roses Rock merasa mendapat kehormatan diundang tampil di sana. Carrie ketika sampai sudah ditunggu oleh crew nya dari the Roses Rock. The Roses Rock adalah grup music rock yang terdiri dari para wanita semua di antaranya Carrie, Vanessa, dan Amy sebagai vokalis.

Malam ini Carrie baru mengetahui jika pemilik bar ini, Mr. Morris adalah pria yang bertemu pandang dengannya tadi malam di halaman villa Vanessa. Dia juga yang duduk di pojok ruangan dan menonton shownya dua malam yang lalu ketika ia manggung. Pria yang menarik. Sudah berkeluargakah dia? Sepertinya dia harus menanyakan ke Vanessa. Persetan jika setelah ini dia akan diledek habis-habisan. Carrie terus memperhatikan Chris dari tempat dia duduk di dekat panggung. Seorang wanita yang sangat cantik muncul, langsung memeluk Chris dan mencium pipinya. Entah kenapa seperti ada api yang berpijar dari dada Carrie menyambar ke ubun-ubun. Dia merasa cemburu? Hah? Karena apa? Dia kan tidak sedang jatuh cinta dengan pria itu kan. Tapi perasaan sengit ini tidak kuasa ditolaknya, membakar begitu saja.

Yang lebih menyebalkan lagi adalah bayangan itu enga luntur-luntur, seperti mengejek Carrie, filmya terus berputar, diulang lagi diulang lagi, membuat hatinya semakin marah dan miris. ”Apa aku sudah gila ya, suami bukan, kekasih bukan bahkan kenal pun tidak, kenapa perasaanku jadi engga karuan begitu.” Carrie menggeleng-geleng sendiri berusaha mengibas gambaran itu dari kepalanya.
What happen with you, dear? kamu baik-baik saja? kamu tampak pucat.” Amy menegurnya dengan cemas.
”No, i’m Ok.” Carrie berusaha untuk tersenyum. Salah satu hal yang membuatnya masih merasa punya keluarga di Wellington adalah persahabatannya dengan Amy dan Vanesa, terutama Vanessa yang sudah seperti adiknya. Namun sekalipun mereka cukup akrab, secara tidak langsung tanpa disadari Carrie tidak pernah mengijinkan mereka terlalu dekat, tidak untuk masalah yang terlalu pribadi. Dan yang jelas dia tidak mungkin menjelaskan pada Vanessa sekalipun, apa yang dia rasakan sekarang. Batinnya yang semakin hari semakin kosong, semangat hidupnya yang semakin hari semakin redup. Bahkan ambisinya untuk tenar yang dulu begitu meluap-luap semakin hari semakin pudar sejak ulang tahunnya yang ke 27.

Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-27 saat itu, kira-kira setahun yang lalu, Carrie masuk ke sebuah galeri lukisan. Di sana ia berdiri terpaku di depan sebuah lukisan cat minyak besar. Carrie membaca label bagian bawah pigura kuning emasnya; Shilin “The Stone Forest” China.
Carrie menatap lukisan itu begitu lama.... lama sekali… ia tertegun tak bergerak, mematung. Petugas galeri yang berdiri di ujung ruangan juga melihat ke arah Carrie dan  mengagumi penjiwaannya. Mungkin Wanita ini seorang pengamat lukisan, pikirnya.

Carrie membaca cerita legenda singkat yang di tempel di bawah lukisan indah  pemandangan hutan batu menjelang senja tersebut:

Stone Forest

The Stone Forest is in the Lunan Yi Nationality Autonomous County, Yunnan Province. It covers an area of 2,670 square kilometers and is divided into several scenic areas with names like Greater Stone Forest, Lesser Stone forest, Outer Stone Forest, Underground Stone Forest, Stone Forest Lake, and Da Dieshui Fall. The Stone Forest was formed by karst two million to thirty mullion years ago. The Forest was contains peaks, pillars, stalagmites, depressions, underground rivers, and caves. The fantastic stone pinnacles rising abruptly from the ground resemble a huge, dense forest. Many of the stone pinnacles are associated with legends. In the Lesser Stone Forest. There is one pinnacle that resembles a slim and beautiful girl. Seen in silhouette with another stone formation, the girl appears to be carrying a basket on her back. This is the famous Ashma, heroine of an epic poem popular among the Sani people. According to the legend, Ashma, a Sani girl, refusing to be married to the landlord Rebubala, fought against the landlord and his men with her true love Ahei. They finally ran away from the landlord and came to the Stone Forest. But ganging up with the stone demon, Rebubala summoned up a flood and drowned Ashma, who then turned into the stone peak.
The origin of the Stone Forest is also the subject of an old legend. Long, long ago, in an attempt to flood the farmland of Lunan, the evil monster Asabe used his magic whip to drive a group of stone pinnacles to a place where they would obstruct the current of the Nanpan River. A hero of the Sani people, on hearing the news, rushed to the spot and fought the monster. Asabe was finally defeated and had to flee, leaving behind him the pinnacles that still bore the scars of his whip. These became the Stone Forest.
Every year, around the 24th and 25th day of the sixth lunar month, the Sani people gather in the Stone Forest to celebrate the “Torch Festival.” Visitors are welcome to enjoy the folk dances and the wrestling competitions of the Sani youngsters.
Bus trips take visitors to the Stone Forest from Kunming. On the way there is a cave which contains a chamber with stone beds and stone benches on which people can rest. Lying on a stone bed, one can see a strip of sky through a fine crack in the roof of the cave. Tourists can either return to Kunming on the same day or stay overnight at the Stone Forest Hotel. Hotels, shops, and restaurants have been built to meet the needs of the developing tourist industry in the area. (http://www.china.org.cn/english/travel/42329.htm)

“Lukisan yang indah bukan, nona?”  Carrie hampir melompat kaget disapa oleh petugas galeri yang mengenakan pin nama ”Marie Ann”.
”Ya betul sekali hanya sepertinya akan lebih bagus kalau digambar waktu malam hari di bulan purnama  dan ada seekor serigala hitam besar yang berdiri dipuncak  baru dan melolong sambil memandang ke bulan.” Carrie nyerocos cepat sambil memperagakan dengan tangannya kepada petugas tersebut yang dibalas dengan sorot padangan mata aneh Marie Ann. Namun Marie Ann yang profesional hanya sempat sekian detik bingung, segera menguasai dirinya, dan kemudian dengan elegan menjawab ceria,
”Pasti akan menarik sekali, Ma’am, Anda memiliki sense of art yang sangat tinggi.”
”Terima kasih” Carrie memaksakan diri tersenyum, ”permisi.” Carrie buru-buru keluar dari rumah galeri tersebut. ”mengapa aku mengeluarkan komentar aneh begitu, ck!” Namun keesokan harinya, Carrie kembali lagi ke rumah galeri tersebut dan membeli lukisan itu. Harganya menurut Carrie sebenarnya tidak masuk akal untuk sebuah lukisan, dia harus merogoh saku sebanyak itu, tapi dia memutuskan untuk tidak peduli, langsung membeli dan membawanya pulang.  Lukisan itu dia pajang di kamar tidur, menghadap ke ranjangnya supaya dapat dipandanginya setiap hari sambil berbaring. Entah mengapa, pemandangan di lukisan itu seperti menimbulkan getaran magis dari dalam dirinya, ada perasaan yg mengiris, sekaligus bahagia, haru biru bercampur aduk menjadi satu, dan Carrie sangat menikmati lukisan itu.

Akhirnya acara launching cafe pun selesai, ditutup oleh satu buah lagu yang mengguncang dari ”The Roses Rock”. ketiga penyanyi membungkukkan diri di hadapan penonton. Sekonyong-konyong, Sean Rogers, Manager Luna bar & cafe naik ke panggung, memberikan selusin mawar kepada Carrie dan memeluknya sambil berbisik,
” Saya penggemar beratmu. Penampilanmu selalu luar biasa.” Carrie mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis. Chris Morris yang melihatnya justru mengerutkan kening tidak senang, apa-apaan Sean, mengapa harus kasih bunga segala ke Carrie, pakai pelukan dan berbisik-bisik segala, Apakah mereka sudah saling mengenal sebelumnya, ada hubungan khususkah? Chris sampai heran, getaran perasaan yang menghantam dadanya sungguh tidak menyenangkan. Chris sampai merasakan dada kanan bawahnya sakit. Chris sebenarnya sudah diam-diam mencari tahu tentang siapa wanita yang menurut dia sangat misterius itu. Chris mendapat info kalau Carrie masih sendiri, dan tinggal di lantai 10 sebuah apartemen mewah di sudut jalan Hunter Street dan Lambton Quay.

Bangun siang keesokan harinya, kondisi Carrie tidak karuan. Kepalanya sakit luar biasa serasa ditusuk seribu jarum. Semalam, pulang dari acara launching cafe dan tiba di kamar apartemennya sudah tengah malam, namun dia baru bisa tidur jam 4 subuh. mungkin karena berusaha tidur sambil memandang lukisan hutan batu itu, dia bermimpi berjalan-jalan di diantara hutan batu itu. Purnama terang dan indah sekali, namu hatinya begitu gelisah, tidak bisa menikmati semua keindahan itu karena dia sedang sibuk mencari seseorang. ”Yu nan ... Yu nan...” Carrie memanggil –manggil mencari seseorang, namun yang dicari tidak kelihatan. Perasaan takut kehilangan yang dirasakan sangat mencekam, Carrie terus mencari-cari sambil menangis.... dia merasa tersesat, seorang diri, ada kesia-siaan, dan kesepian. Akhirnya dia tersungkur tidak kuat lagi berjalan... namun dia terus berusaha bangkit dan meneruskan mencari, menyisir gunung batu. Entah berapa lama dia bermimpi seperti itu, akhirnya dia terbangun dengan sekujur badan sakit, kepala berat dan pusing. Mimpi yang aneh, siapa pula Yu Nan yang dia panggil-panggil. oh I see, apa karena lukisan Stone Forest ini letaknya di provinsi Yunnan China ya? hmmm bisa saja, informasi yang kubaca di galeri waktu itu.

Untunglah hari ini mereka libur. Carrie mengangkat telepon menghubungi Vanessa.
“Sorry dear, aku tidak bisa  main ke villa. Kepalaku sakit sekali.”
“Kamu kenapa? sakit? kebanyakan minumkah? Are you ok?” suara Vanessa terdengar cemas.
“Entahlah... kurasa tidak apa-apa hanya pusing saja.”
”Perlu aku ke sana?” Vanessa menawarkan diri, siapa tahu Carrie memerlukannya karena dia sendirian di kota ini. Kedua orangtua Carrie menetap di Napier, kota kecil yang indah dan tenang.
”No, thanks, aku akan baik-baik saja.”
“Apa sebenarnya yang mengganggumu, dear? you know that you can tell me anything.” Vanessa benar-benar prihatin. “Kamu yakin ini tidak ada hubungannya dengan steven?”
”No Vanessa! untuk kesekian kalinya, ini tidak ada hubungan dengan Steven, ok?!” satu-satunya hal membuat Carrie sangat sebal dari Vanessa adalah dia begitu suka berasumsi. Carrie paling tidak suka, orang yang suka menebak dan menyimpulkan masalah orang lain, sok tahu menurut dia. Hal itu juga yang buat dia malas cerita. ”Aku hanya merasa belakangan ini agak bingung, tidak jelas apa yang kumau, berasa hampa sekali. Apa menurutmu aku harus ke psikolog? Perlukah?” Carrie sendiri ragu dengan idenya sendiri.
”Kamu kedengarannya depresi, pergilah ke psikolog, hypnotherapist, whatever, sembuhkan dirimu. Kami rindu Carrie yang ceria kembali.”
”Ok.” tapi dalam hati Carrie masih ragu. Ah, mungkin aku hanya kurang istirahat.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. tapi mata Carrie masih terbuka lebar. Mata yang merah dan tegang tapi tidak bisa tidur. sudah bolak-balik. Entah sudah berapa episode film bermain dikepalanya tapi selalu ada kepingan slide Chris Morris. Chris sedang duduk di bawah kursi penonton, ketika Carrie menyanyi di panggung, Pertemuan pandangan mereka ketika berpapasan mobil, Chris yang sibuk menyambut tamu di acara Launching cafe, wanita cantik yang menciumnya... ahhhh... Carrie bangkit dari ranjang, dan menuju ke mini bar dan mengambil sebotol Vodka, yang dibeli oleh Steven dulu. Mungkin dengan menenggak ini aku akan bisa tidur. Carrie pun langsung meminum dari botolnya. Setelah beberapa teguk, dia merasakan badannya menghangat, tengorokannya sedikit terbakar. Sambil terbatuk-batuk, dia membawa botol itu kekamarnya.

Ah, Panas sekali, Carrie merasa gerah, dan membuka pintu kamarnya. Wah sudah berapa lama ia tidak berdiri di balkon apartemennya dan memandang ke bawah. Dari lantai 10 ini ia bisa memandang keramaian di bawah. Carrie menyandarkan badannya ke pagar balkon sambil memandang jauh ke depan melihat gemerlap lampu malam. Carrie menggoyang-goyangkan kepalanya, terasa berat, bagus dia mulai mengantuk. Sisi luar balkon itu tidak langsung ke bawah tetapi ada sambungan lantai sekitar 30 cm. Entah apa yang menggerakkan Carrie, dia mulai duduk di pagar balkon, kemudian memutar badannya menghadap kedepan dengan mengangkat dan meletakan kakinya keluar pagar.
”ha hahahahha.... seru...., aku tahu bagaimana caranya mengusir semua kebosanan hidup ini, besok pagi, aku akan mendaftar bungee jumping hahaha.. Greattt!”
Dari duduk, Carrie perlahan menurunkan kakinya dan berdiri di lantai bagian luar balkon. Dia merentangkan tangannya lebar-lebar dan menarik napasnya dalam-dalam menirukan adegan di film Titanic. Carrie terbatuk-batuk, tenggorokannya masih panas karena minuman vodka tadi, napasnya kental berbau alkohol.
Tiba-tiba Carrie kehilangan keseimbangannya dan terpeleset, mengerikan sekali, detik terakhir sebelum badannya meluncur turun yang diingatnya adalah lukisan di kamarnya, Carrie seolah tersedot masuk ke dalam lukisan itu. Sekonyong-konyong sebuah arus memori menerjang masuk ke kepalanya. Dia berada di sana dan berteriak ”Yu Nan...” dan sebuah suara pria menjawab,”Yee Lan... sudah lama aku menunggumu.” Hey! Pria itu adalah Chris Morris... Waktu serasa berjalan seratus kali lebih lambat.

Chris Morris yang saat itu sedang ketiduran di sofa Luna Bar tersentak bangun,kaget dan berteriak ”Yee Lan??” Seperti bermimpi dia juga merasakan arus memory yang menerjang masuk ke pikirannya. Segera dia bangun, lari ke mobilnya dan memacunya secepat mungkin ke apartemen Carrie.

Melewati lantai ke sembilan, Carrie mendengar suara lembut Vanessa berkata, ”Yee Lan, aku dan ibu sungguh mengkhawatirkanmu.” lalu ada suara dirinya menjawab, ”Tidak perlu cemas, Kim Lan, aku akan baik-baik saja.” Lucu sekali Vanessa berpakaian seperti remaja Cina jaman dulu.

Meluncur lantai ke delapan, Carrie memeluk Yu Nan dengan sangat erat, ”Aku tidak ingin kembali, apapun yang terjadi aku akan bersamamu di sini, selamanya...”
                           
Lantai tujuh...  Ngeri Carrie melihat Chris Morris yang berubah wujud menjadi seekor serigala besar hitam yang berlari ke puncak gunung batu dan melolong panjang ke bulan.

Lantai enam...  Suara petirpun menyambar di fajar hari, Dia sedang bersujud di tanah, suara ayahandanya menggelegar, ”tapi karena kekuatan cintamu, dia akan dapat terlahir kembali menjadi manusia di kehidupan berikutnya..”
Tubuhnya sudah setengah jalan ke tanah, memori masih terus berkelebat,
Melewati lantai lima... Carrie sedang memetik harpa dan beradu pandang mesra dengan San Bao.
Melewati lantai empat... Carrie melihat bahwa wajah  Yu Nan, San Bao dan Chris Morris adalah wajah jiwa yang sama.
Melewati lantai tiga... ada kerinduan yang menyergap
Melewati lantai dua... Wajah Chris berputa-putar.....

Tepat sedetik sebelum tubuhnya menghantam jalan, dia menemukan kepingan puzzle yang hilang, jawaban dari kekosongan hatinya selama ini, Yu Nan yang selama ini dicarinya, kehadiran Chriss Morris.

Ketika mobilnya sampai ke depan apartment, Chris melihat orang berkerumun, dan terdengar suara sirene ambulance meraung-raung. Chris segera menyeruak kerumunan dan menemukan Carrie yang sedang diangkat oleh petugas medis. ”Yee Lan..” Hatinya hancur.. Chris ikut ambulance ke rumah sakit.
”Anda mengenal wanita ini?” seorang perawat bertanya kepadanya.
”Ya, dia kekasihku. Boleh saya melihatnya.” Carrie langsung dilarikan ke Unit Gawat Darurat. Sejenak, Carrie sempat membuka matanya, bertemu pandang dengan mata Chris. Chris merasakan mata itu tersenyum, namun Chris tak sanggup menahan tangisnya.  Detik berikutnya, Carrie pun menghembuskan nafas terakhirnya. Chris meraung, menangis sejadi-jadinya. Sayang sekali, takdir terlambat dibelokan.

the beauty of Stone Forest - Zhangjiajie, China


by Fiona Wang
Jiahh.... lagi2 berakhir ga hepi ending. pembaca jangan kecewa yaa... kadang hidup memang seperti itu, kadaannngggg... hehehe...
The Legend of Yee Lan IV blon ditulis nih... gimana kalo settingnya di Jakarta tahun 2012? hmm.... interesting...