ORACLE CARDS - LEARN AND ORDER

ORACLE CARDS - LEARN AND ORDER
ORACLE CARDS - LEARN AND ORDER; Find out how this Self Help tool works out.

Kamis, 21 Juni 2012

Kecerdasan Anak


Liburan kenaikan kelas telah tiba, selamat kepada Bapak-Ibu yang berkat doa dan dukungannya telah membantu menghantarkan anaknya sukses naik kelas.
Sore ini saya mengupdate status FB terinspirasi oleh status BB, FB (kebetulan saya sedang tugas luar kantor, sedang di jalan jadi bisa baca-baca BB hehehe)  dan juga kilasan-kilasan curhat beberapa ortu saat mampir ke sekolah anak tadi pagi.

“saat pengambilan rapor seperti sekarang, sering kali ada orangtua yang merenungi nilai akademis anaknya, kok cuma segini, kok cuma segitu. mom, dad, jangan lupa bahwa nilai akademis tidak sepenuhnya mencerminkan intelegensia anak Anda. Menurut Gardner, terdapat 8 kategori kecerdasan yaitu: cerdas bahasa, cerdas logika, cerdas visual-spasial, cerdas musik, cerdas diri, cerdas gerak, cerdas alam, dan cerdas sosial. Orangtua yang smart membantu mengasah kecerdasan yang menonjol dari anak agar bersinar. saya rasa memang lebih bijak dari pada memaksa matematika harus dapat 100, science 100, bahasa 100 dll. sekali-kali perlu ditinjau juga, bagaimana kecintaan anak saya pada lingkungan, bagaimana mereka perhatian dan menyapa teman, opa-oma, bagaimana mereka menyelesaikan masalah dengan teman misalnya.. semoga semua anak berbahagia...” FB posted 21062011

Biasanya jika rapor seorang anak jelek, terutama yang masih SD ya,  yang lebih stress adalah orang tuanya hehehe anaknya mah tenang-tenang aja, stressnya nanti setelah diomelin orang tuanya. Dari mengamati teman-teman saya melihat bahwa sebagian masih sangat focus ke prestasi akademik anaknya. Sah-sah saja sih, namun jika sudah membuat anak stress karena tuntutan yang terlalu tinggi, ya menjadi tidak sehat.
Saya ingin sharing sedikit pengalaman pribadi berikut, semoga bisa menjadi insight buat para orangtua yang pasti sangat mengasihi anak-anaknya.
Kejadiannya mungkin sudah 2 tahun lalu, tapi saya masih ingat karena belajar sesuatu. Suatu hari, saya berangkat kantor naik shuttle bus dari dekat rumah. Naik bersama saya seorang ibu bersama seorang anak remaja putri yang rumahnya juga di dekat kompleks rumah saya., sayapun menyapa mereka, dan ngajak ngobrol. Si Ibu sangat bersemangat sementara si anak kelihatan sangat tidak bersemangat, dan sangat pendiam sekali.

Singkat cerita, Si ibu cerita kalau anak remaja putri yang bersamanya kuliah di sebuah universitas ternama, dan membanggakan bahwa anak ini sudah 2 tahun berturut-turut mendapat beasiswa karena sangat berprestasi dengan nilai IPK yang sangat tinggi. Sang Ibu bahkan hafal hingga ke angkanya. Sementara sang ibu bercerita dengan semangat  berapi-api, si anak hanya diam merunduk dan melihat ke lantai bus dengan wajah dingin dan datar. Naluri terapis terusik nih, saya merasa ada yang kurang beres.
Setelah menyatakan apresiasi saya pada si anak berkaitan dengan prestasi akademis yang diceritakan ibunya, saya mulai mengajaknya bicara, “ambil jurusan apa?” Sebelum si anak sempat menjawab (tapi memang sepertinya dia juga tidak berniat menjawab, karena ekspresinya tetap datar), ibunya sudah menyambar dan menjawab.

Saya mencoba lagi menanyakan sesuatu yang lain, lagi-lagi ibunya yang menjawab. Saya sengaja memalingkan wajah saya menatap mata anak ini untuk menunjukkan bahwa saya bertanya ke anaknya ini dan bukan ke sang ibu, dengan pertanyaan yang lebih personal, suka baca buku apa saja, ya ampun, tetap juga ibunya yang menjawab! Sejak kapan sang ibu mulai menjadi juru bicara anaknya ini.

Saat itu saya mencoba berpikiran positif, mungkin anak ini sedang ada problem, mungkin habis dimarahin atau berantem sehingga begitu bête. Namun beberapa minggu kemudian ketika saya mendapat kesempatan naik shuttle bus, berulang lagi kejadian serupa. Suatu hari saya bertemu dengan ibunya sendiri dan saya bertanya, “anak ibu kelihatannya pendiam ya.”  Dan sang ibu membenarkan bahwa memang begitulah karakter anaknya, selalu seperti itu dan hanya tahu belajar saja.

Seorang ibu yang terlalu dominan dan superior secara tidak langsung dapat menenggelamkan karakter si anak. Selain itu Kecerdasan Sosial dari anak perlu diasah dan menurut saya jauh lebih penting dari pada nilai ujian mata pelajaran/ kuliah Sosial dapat nilai 100. Praktek itu lebih penting dari pada teori, walaupun tidak berarti terori itu tidak penting. Jika anak hapal ayat-ayat kitab suci memang sangat bagus, namun bukankah lebih bagus lagi jika mereka selalu mengucap syukur dan ingat Tuhan di setiap perkara.  Multi Intelligence itu penting dipahami oleh orangtua. Not only IQ, tapi juga EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual Quotient) dan Q Q yang lain. Saya yakin semua orangtua memiliki spirit yang sama, agar anaknya selalu sehat dan bahagia lahir batin. Mari kita sama-sama memekarkan senyum anak-anak di dunia, dimulai dari anak kita.

Salam bahagia,
Fiona Wang
Cherie & Cory’s Mom
Bagi Orangtua yang ingin menguasai teknik Emotional Freedom Therapy (EFT) for Children dapat menghubungi saya di Fiona.wang889@gmail.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar